Kerajinan batik yang merupakan karya warisan budaya bangsa kini berkembang di berbagai daerah. Di Jawa Tengah, berbicara batik kini tidak hanya menyebut Solo dan Pekalongan. Hampir di setiap kabupaten/kota memiliki produk batik dengan ciri khas yang mencerminkan lokalitas.
Di Pati, kerajinan batik juga tidak tumbuh dan berkembang di wilayah Kecamatan Juwana, terutama Desa Bakaran Kulon dan Bakaran Wetan. Belakangan berbicara batik di Bumi Mina Tani tidak sebatas batik bakaran, tetapi ada varian lain. Kendati tidak diketahui pasti munculnya varian lain selain batik bakaran, yang pasti kini juga ada batik Tlutup di Kecamatan Trangkil, Mojomulyo (Tambakromo), dan Langse (Margorejo).
Terkini, muncul juga batik yang berasal dari Kecamatan Kayen. Batik Langse cukup menarik untuk disimak, setidaknya dari rekam jejak perajin sekaligus pegiatnya. Meskipun kemunculannya terbilang baru, namun pegiatnya berpengalaman. Adalah Harsono (48), yang merintis, membuat, dan menggiatkan batik langse.
Bagi dia, batik bukan barang baru. Ayah tiga anak ini memiliki segudang pengalaman karena bergelut dalam perbatikan sejak 1989. Kiprah tersebut tidak di tanah kelahirannya, melainkan di Bali dan Solo. Pada 1989 hingga 2003 pria yang akrab disapa Loso ini bergelut dengan batik bali. Di Pulau Dewata, dia sempat berjaya karena memiliki industri batik sendiri hingga memiliki 80 pekerja.
Pangsa pasar produknya berupa sarung pantai, kids fashion dan lainnyakebanyakanEropa, sepertiItalia, Spanyo, Jerman, Inggris, dan Prancis. Adapun untuk pasar untuk benua Amerika adalah di Brasil. Sekali pengiriman ke luar negeri, bisa mencapai lebih dari seratus ribu lembar produk batik. Hanya, pada 2003 dia mengalami kolaps lantaran tertipu oleh buyer dari Brazil.
Sebanyak 144 lembar sarung pantai garapannya dibawa tanpa dibayar sepeser pun. Pengalaman pahit itu tidak menjadikan Loso patah arang. Setahun kemudian (2004) dia bergabung dengan perusahaan batik terkenal Danar Hadi. Setelah enam tahun di Kota Batik pria beristrikan perempuan Bali, Ni Luh Sudi memutuskan untuk pulang ke Pati.
Dia tidak langsung memroduksi batik langse. Waktunya digunakan untuk menjadi tutor batik ke berbagai daerah di Jawa Tengah. Itu merupakan kegiatan yang telah lama dilakukan sembari bekerja di Danar Hadi. Bahkan, batik Mojomulyo di Kecamatan Tambakromo, Pati tidak terlepas dari sentuhan pelatihannya. Aktivitas itu kini masih berjalan seiring dengan aktivitas memroduksi batik langse.
Sentra Batik
Untuk batik langse, dia menciptakan keunikan tersendiri melalui motif, pewarnaan, dan bahan dasar kain. Ada tiga motif khas batik langse yang telah dia ciptakan, yakni Bulus Kedungsani, Pati Bumi Mina Tani, dan Sekar Jagad. Semua motif itu sama sekali berbeda dengan batik bakaran yang khas dengan pecahan.
“Untuk sementara kami masih memroduksi batik cap dengan pewarna sintetis yang soft. Ke depan akan kami kembangkan untuk batik tulisnya,” kata Loso yang menamai produk batik langsenya dengan Trisula.
Saat ini dia masih memanfaatkan bagian belakang rumahnya yang masih berdinding gedhek untuk membatik. Sedikit petak lahan di samping rumah juga digunakan mewarnai dan menjemur batik. “Saya dibantu tujuh ibu-ibu yang merupakan tetangga. Mereka terlibat “menembok” di rumah masing-masing. Lumayan bisa menambah pendapatan keluarganya,” lanjutnya.
Sejak setahun lalu berproduksi batik langse, banyak pemesan dari berbagai daerah, seperti Jepara dan Semarang. Belakangan, order pun berdatangan dari Pati. Kebanyakan pemesan merupakan instansi pemerintah, BUMN, dan perusahaan swasta. Kain tersebut untuk keperluan seragam. “Selain karena jaringan kenalan saya, pemasaran ini juga karena pameran. Kami pernah pameran di Jakarta, Semarang, dan Pati.
Kini batik langse juga dipasarkan temen di sejumlah mal di Semarang,” terangnya. Dalam waktu dekat, Loso pun akan menggelar pelatihan bagi perempuan di desanya. Harapannya, semakin banyak orang yang piawai membatik sehingga Langse menjadi sentra UMKM batik.
Saturday, June 13, 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment