Kota Semarang dikenal dengan sebutan kota atlas, yaitu sebagai pusat kota dan ibukota Jawa Tengah. Tak banyak yang tau, jika di kota ini juga menghasilkan kerajinan batik. Batik Semarang biasa disebut dengan Batik Semarangan.
Sejak zaman Belanda, di kampung Rejomulyo sudah terdapat pengrajin batik, namun pada zaman Jepang, kampung ini sempat terbakar. Pada tahun 1980 embrio sentra batik tumbuh dan berkembang kembali di lokasi kampung Batik Semarang. Di dalam sentra tersebut tumbuh sekitar 15 sampai 20 perajin batik. Selanjutnya dalam pembinaan terhadap industri kecil batik, untuk mengantipasi pencemaran yang ada, sentra batik di kampung batik dipindahkan ke lokasi Desa Cangkiran Kecamatan Mijen.
Ternyata oleh karena usia para perajin yang semakin tua, industri batik di desa Cangkiran Kecamatan Mijen tidak berkembang. Industri batik tersebut hilang, hingga pada tahun 2006, industri batik di kampung ini mulai dibangun kembali. Pembinaan, lebih secara teknis mengenai dasar cara pembuatan, gambar, pewarnaan, pencelupan warna natural alam, sampai menimba ilmu dengan magang ke lokasi industri batik di kota batik seperti Jogja, Solo maupun Pekalongan. Tahun 2007, dimulai sebuah seminar tentang batik berfokus pada pembahasan apa dan bagaimana motif atau corak ragam hias batik Semarang.
Batik Semarang adalah batik yang diproduksi oleh orang atau warga kota semarang dengan motif atau ragam hias yang berhubungan dengan ikon-ikon Semarang. Sebuah pengertian atau definisi yang akhirnya muncul dari pembahasan tersebut. Batik Semarang menggunakan motif flora dan fauna, dan saat ini motif Batik Semarang juga bertambah tidak hanya batik dengan motif flora dan fauna saja tetapi ada juga batik Semarang dengan motif ikon kota Semarang. Misalnya pohon asem, tugu muda, lawang sewu, serta legenda-legenda yang ada di kota Semarang seperti legenda Jatigaleh dan lain sebagainya. Selain itu, warna batik Semarangan tidak semeriah batik Pekalongan. Namun, tidak sekalem warna batik Solo atau Yogya.
Motif Batik Semarangan yang telah mendapatkan hak paten adalah Motif Tetenger Kutho, Motif Dlorong Asem Baris, Motif Legenda Banyumanik, Motif Legenda Jembatan Mberok, Motif Tosan Aji, Motif Puspa Lestari, Motif Legenda Watu Gong, Motif Kuliner Bandeng Presto, Motif Semesta, Motif Merak Bertengger, Motif Legenda Pleburan, Motif Legenda Gedong Songo, Motif Kembang Kipas, Motif Pesona Tugu Muda, Motif Gua Kreo, Motif Legenda Pekojan, Motif Daun Menari, Motif Merak Puspa Rukmi, motif Legenda Sendang Mulyo, Motif Legenda Jatingaleh, Motif Kembang Beras, Motif Samodro Amangku Nagari, Motif Legenda Meteseh, Motif Asem Manis, Motif Wono Segoro, Motif Gombel, Motif Puspita Indah, Motif Wit Asem Ing Tugu, Motif Kuliner Lonpia II, Motif Dlorong Asri, Motif Blekok Ing Laut Marina, Motif Legenda Pasar Johar, Motif Asem Tugu Semarang, Motif Tari Kupu Ing Ron Pring, Motif Kuliner Tahu Gimball.
Dalam proses membatik, ada keunikan lain dari para pengrajin batik di Semarang. Sebagian besar dari mereka sudah menggunakan canting elektrik. Canting tersebut dihubungkan ke listrik, kemudian potongan-potongan malam dimasukkan ke dalam lubang canting. Malam itu akan mencair dengan sendirinya akibat panas yang dihasilkan dari listrik. Namun penggunaan canting elektrik ini dianggap mengurangi nilai seni dan budaya dari batik itu sendiri.
Banyak para peneliti melakukan penelitian terhadap motif Batik Semarang karena keunikan dan kekhasan batik tersebut. Lee Chor Lin, menegaskan Batik Semarang dalam beberapa hal memperlihatkan gaya laseman karakter utama laseman berupa warna merah (bangbangan) dengan latar belakang gading (kuning keputih-putihan). Maria Wonska-Friend, ciri pola Batik Semarang berupa floral, yang dalam banyak hal serupa dengan pola Laseman. Ini mempengaruhi, motif batik di abad ke-20 yang disebut batik Lasem atau Semarang. Artinya, batik-batik tersebut tidak spesifik mewakili kreasi satu kota misalnya batik Lasem saja atau batik Semarang saja namun ada unsur penggabungan. Pepin Van Roojen, motif batiknya seperti papan dan tumpal dengan ornamen berupa bhuta atau sejenis daun pinus runcing asal Kashmir. Motif badannya berupa ceplok, walau motifnya lebih bebas, namun pola-pola baku tetap pula dipakai seperti ditunjukkan pada pola ceplok itu. Robyn Maxwell, motif Batik semarang memiliki dekorasi dari warna alam yang sangat berbeda dengan motif Solo atau Yogyakarta.
Produksi batik Semarangan terpusat pada Kampung Batik, yang beralamatkan di kelurahan Rejomulyo, Semarang Timur. Beberapa jenis batik yang terdapat di Semarang yaitu Batik Desa Gemawang, batik ini memiliki ciri khas unsur batik kopi, tala madu dan baru klinting, sedangkan pewarnaan utama menggunakan indigo (indigofera).
Batik Franquemont dan Oosterom, dominasi warna hijau sebagai kekhasan, khas dengan pola-pola bermotif Eropa, Cina dan pesisir utara khususnya Madura, pola-pola yang dikembangkan adalah pola keraton, mengadaptasi figur dan atribut dari berbagai dongeng Eropa, pola sedikit rumit dan kompleks. Batik Kampung Batik, yang disebut kampung batik yaitu kampung-kampung yang berada di sekitar kota Semarang tempo dulu. Diantaranya Bugangan, Rejosari, Kulitan, Kampung Melayu, dan Kampung Darat. Kampung batik merupakan sentra batik di Semarang yang pernah mengalami kejayaan pada zaman Belanda.
Motif-motif yang dikembangkan, berupa motif naturalis (ikan, kupu-kupu, bunga, pohon, bukit, dan rumah), Ciri itu dapat dimaknai sebagai karakter masyarakat pesisir, yang lebih terbuka dan ekspresionis. Batik Semarang 16, batik dengan motif yang dikembangkan, terutama motif kekinian yang berhubungan dengan landmark atau tenger kota Semarang seperti Tugu Muda, Lawang Sewu, Pohon Asem, Blekok Srondol dan lainnya. Batik Tan Kong Tien, motif dasar parang yang merupakan motif batik keraton, dipadu dengan motif burung merak, menjadi cirikhas dari “Batikkerij Tan Kong Tien” merupakan hasil akulturasi motif pesisiran yang berkarakter terbuka dan motif keraton. Dan lain sebagainya.
Sumber : fitinline.com